Bersyukurlah..

Apa yang lebih menyedihkan dari harapan yang dihempaskan, bahkan ketika dirimu baru ingin menaruhnya? belum sempat kamu berucap tapi telah lebih dahulu di interupsi. Barulah mulai berangan dan bermimpi, namun dia memperlihatkan kenyataan yang masih mengawang seolah menegaskan, berhenti tolong jangan masukan aku kedalam mimpimu.  Kamu dipaksa menghadapi hal yang dikemas sedemikian rupa seolah itulah masa depan yang menunggumu, kenyataan imitasi yang belum tentu akan menghampiri.

kamu bersedih? tentu, kamu marah? pasti, kamu kecewa? tidak diragukan lagi. Seberapapun sedihnya dirimu, semengerikan apapun kemarahanmu, dan sebesar apapun kecewamu, bersyukurlah, Ia hanya ingin mengingatkanmu, kamu salah menaruh harapanmu, kamu menggantungkannya di tempat yang tidak semestinya. Ia secara tidak langsung membisiki mu, mengatakan bahwa Ia cemburu. Bersyukurlah bahwa itu pertanda, Ia menyayangimu dan tidak ingin kau berkubang dengan ketidak pastian lebih lama lagi.

Residu Pilu

Pijakan kaki yang kuhentakan dengan maksud hati menggapai kamu, sebagai tokoh utama dalam skenario drama kehidupanku berakhir dalam senyap.

Genggaman tangan kelima jari yang dahulu erat saling bertaut saat ini tercerai, bahkan tak lagi menyisakan  kehangatan yang menguar dan dihantarkan jari jemarimu, mereka menguap berlalu bersama sang waktu.

Familiarnya pandangku dengan siluetmu mungkin masih dan akan tetap selalu sama, namun kesan serta euforia perjumpaan yang menguar bagai pijar kembang api pada tiap pergantian tahun mungkin tak akan lagi terasa menyenangkan.

Jangan salahkan jarak yang mengukir penghapus memori, dan jangan mengkambing hitamkan waktu yang pergi meninggalkan kita jauh, mencerai beraikan kita menjadi hanya aku dan hanya kamu.

mencinta dan mendamba tampak menyenangkan dikala hati tertantang untuk selalu mengumandangkan rindu, namun tahu kah kamu bahwa rindu yang tak berujung dapat menyisakan residu pilu?

Residu pilu mengendap dalam kalbu mengaburkan logika yang mengaku kalah dalam kungkungan kemenangan perasaanmu. Hey aku kalah, mengapa tak kita pilih saja caramu? teriak logika.

Indahnya kita yang hilang tak serta merta ikut menghilangkan residu yang terlanjur menumpuk itu. Jika kemarin logikaku  kalah karena perasaanku mendominasi indahnya rasa. Namun kali ini residu itu terkontaminasi oleh sakitnya kehilangan, sehingga logikaku bergerak mendahului perasaan yang tak tahu sejak kapan ia terdiam membisu.

Campuran residu itu membuat logikaku mengarang berbagai pemakluman yang mengurai banyaknya alasan mengapa aku dan kamu tak lagi dapat menjadi satu.

Dan pada akhirnya, banyaknya alasan itu hanya berakhir pada satu kesimpulan, yang mengantarkan aku pada ending yang sudah bisa dipastikan, entah itu syukur ataupun sesal tak berujung.

 

Ada kalanya..

 

 

 

Bismillahirohmanirohim…

Ada kalanya kamu merasakan kosong, sekitarmu ialah keramaian namun kamu merasa hampa  bahkan saat kamu merupakan salah satu bagian dari keramaian itu

Ada kalanya kamu kesepian, saat disampingmu, disekelilingmu mereka menemani, gelak tawa dan canda melingkupi namun entah mengapa kamu tetap merasa sendiri

Ada kalanya kamu merasa sakit, kamu mampu menjalani kehidupan normalmu, melakukan banyak hal, beraktiditas dengan normal tapi kamu tetap merasakan  rasa yang berbeda pada salah satu bagian dari dirimu

Ada kalanya kamu merasa sedih, senyum tersungging di kedua sudut bibirmu, matamu tak henti berkedut oleh dorongan kerasnya tawamu tapi hatimu malah merasakan hal yang sebaliknya

Ada kalanya kau merasa hidupmu penuh kebohongan, kamu mengiyakan statement yang mereka lontarkan, kamu membenarkan pendapat mereka dengan lisanmu namun pikiranmu terus menyangkalnya

Kamu akan menemukan salah satu dari “ ada kalanya..” di beberapa kesempatan dalam hidupmu, sesekali mungkin, atau malah berkali kali.

“ ada kalanya..”  bagiku menjelaskan satu hal yang pasti, apa yang terlihat belum tentu yang sebenarnya, apa yang di visualkan oleh bola matamu, di dengar oleh telingamu dan diinterpretasikan oleh otak melalui pemikiranmu terkadang belumlah dapat memberikan jawaban jelas atas banyaknya tanya yang  membuncah dalam rasa penasaranmu.

Walaupun kamu menyangkal bahwa anggapanmu bukan tuduhan  kosong  dengan menyodorkan bukti yang telah terangkai dan tersusun rapih bak penelitian yang kau lengkapi dengan rujukan pustaka yang shahih.

Kamu bisa saja benar, pikiranmu dan fakta itu bisa jadi menjelaskan yang sesungguhnya, namun kamu  sendiripun tau dengan pasti, bahwa selalu ada alasan, selalu ada sebab sebelum adanya perbuatan serta akibat.

Jika tidak setuju tak mengapa,  karena tak ada hukum yang menuntut pendapat kita harus sejalan . Jika tidak suka tak jadi masalah, karena bahkan yang paling sempurna sekalipun tetap memiliki pembencinya dan Jika tak bisa menerima pun itu pilihan.

Dari pada  terus berpikir buruk  tentang orang lain atas yang kau lihat serta fakta yang kau dapat, mengapa tidak terlebih dahulu kamu merenungkan, apa yang salah dari pikiranmu sampai kamu tidak mampu berpikir positif tentang hal tersebut?

 

Nb:  Bukan bermaksud menggurui, hanya mencoba berbagi, karena diri juga tidaklah suci perlu belajar serta masih harus introspeksi, karena belajar yang paling ampuh namun sedikit menyesakkan ialah belajar dari kesalahan sendiri. Lihat diri, pahami, nilai, renungkan, koreksi, serta perbaiki J . Salam sayang dari aku yang  belum menyelesaiakn revisi :’).

 

Bejana hati…

Mungkin belum waktu yang tepat bagiku untuk bicara mengenai cinta dan perasaan itu karena pada dasarnya untuk menyambut sebuah perasaan yang baru terlebih dahulu aku harus menyiapkan hatiku, yang mana hati laksana wadah atau bejana, sedangkan perasaan ialah isinya. Pernah aku mengisi bejana yang kotor dengan air, tapi entah kotoran yang tersisa pada bejana itu kemudian mengubah warna air yang kuisi, ataukah kotoran pada bejana yang tetap mengendap tak berpindah sehingga mengurangi volume air yang seharusnya terisi. Kedua kondisi itu terlihat berbeda, akan tetapi memiliki satu kesimpulan yang sama.

Wadah yang kotor dapat mempengaruhi zat yang kelak hendak kita isi kedalamnya. Begitu pula halnya dengan hati dan perasaan. Untuk menyambut cinta serta perasaan yang baru akan lebih baik jika kita membersihkan hati kita dari cinta serta perasaan lain yang tersisa, dan  telah mengendap. Perasaan lama yang nampak hilang dipermukaan akan tetapi sebenarnya masih tetap tersimpan ditempat yang sama, hanya saja wujudnya tersamarkan, mungkin tak tampak bila dilihat sekilas ataupun jika kau perhatikan dengan kasat matamu, namun dia tetap ada. perasaan semacam itulah yang terkadang luput dari perhatian, raga berdalih melupakan namun hati masih tetap ingin menyimpan.

Manusiawi jika kita menganggap perasaan yang tersisa sebagai memori hidup tentang indahnya berkasih, akan tetapi akan tidak adil apabila kau menyuguhkan cokelat yang telah kau bagi bagi tanpa membungkus kembali bagian yang telah kau sisakan. kau seolah berharap cokelat yang sebelumnya telah kau bagi dua akan kembali menyatu menjadi satu wujud sedangkan cokelat tersebut sudah habis tak bersisa, jadi sisa perasaanmu dan cokelatmu yang tak kunjung kau bungkus sama halnya dengan perasaan yang masih  kau sisakan serta harapan akan sisa perasaan tersebut.

Untuk memulai sesuatu, tentunya kita bukan hanya mengharapkan untuk sekedar memulai saja bukan? karena jika ada permulaan pasti akan selalu ada akhir yang diinginkan, dan tak ada manusia yang menginginkan akhir yang buruk dari permulaan yang mereka buat, begitu pula halnya ketika kita mencoba untuk jatuh cinta lagi, memberi kesempatan pada hati kita untuk merasakan perasaan yang baru .Agar apa yang nantinya kita mulai berakhir dengan baik, tentunya kita harus terlebih dahulu mempersiapkan hati dan pikiran kita, selayaknya analogi bejana yang masih meninggalkan sisa, hatimu yang masih memiliki sisa sisa perasaan akan cinta terdahulu-pun tentunya memiliki kondisi yang sama dengan bejana tersebut. Maka dari itu membersihkan hati dari sisa cinta terdahulu dapat dikatakan pilihan yang bijaksana sebelum memulai cerita cinta yang baru. Hati yang bersih akan lebih siap untuk mencintai, membuatmu lebih sepenuh hati sehingga akhir yang indahpun akan mungkin untuk diraih.

 

 

NB: Salam sayang dariku sarjana muda yang belum menyelesaikan revisi, ternyata memasuki tingga minggu menjadi pengangguran cukup menguras emosi dan pikiran, namun seklai lagi Allah pasti tahu yang terbaik, keep your spirit up 🙂

Memory of Dream (Part 1)

6d752156f90730b915311ffc28b5c640

Aku dulu pernah bermimpi, menggenggam tangan itu, berjalan sembari menyusuri jalan dikota kenangan,  menatap matamu dan tersenyum sambil berucap syukur karena akhirnya tuhan menakdirkan kita untuk bersatu. . Aku pernah bermimpi, akan mengenakan apron bunga-bunga yang motifnya akan selalu kau anggap konyol itu, berkutat di dapur setiap pagi dengan segala hiruk pikuk dan langkah cerobohku, sembari mengingat ngingat menu apa yang seharusnya kubuat untuk bekalmu dihari ini, atau apakah aku akan membuat eksperimen dengan menu baru. Aku juga tak pernah lupa untuk bermimpi agar pada waktu sore dimasa depan, kelak aku akan menyuguhkan kopi hitam nan pahit beserta biskuit cokelat yang menjadi favoritmu, sambil menopang dagu dan menatapmu untuk merespon celothan tentang bagaimana rekan sekantormu yang tak henti meledekmu karena bekal makan siang itu, bahkan  tentang mimpi-mimpi , visi misi mu akan hari esok bersamaku. Aku bahkan juga sempat bermimpi, kelak kita akan saling berangkulan, setelah kau merayuku dengan sebuket bunga dan permintaan maaf atas argumen-argumen kita yang kadang-kala bersebrangan  dan kemarahan-kemarahan yang mungkin hadir mewarnai kehidupan.  Itu mimpiku, mimpiku ketika untuk pertama kalinya  aku  menyadari perasaan itu dan menentapkan hatiku bahwa telah kutemukan kamu seseorang yang ingin kuhabiskan sisa hidupku dengannya. Namun itu dulu.. dulu sekali sebelum kenyataan dan takdir menolak berpihak padaku dan adanya kita.